Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /customers/8/f/8/pejalansenja.com/httpd.www/wp-includes/media.php on line 783 Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /customers/8/f/8/pejalansenja.com/httpd.www/wp-includes/media.php on line 789
.Menghirup udara dingin pegunungan adalah suatu nikmat tersendiri bagi para penikmat alam raya ini. Mereka rela memanggul berkilo-kilogram tas carier menuju ke puncak. Bahkan untuk sebuah ‘summit’ persiapannya terbilang tidaklah gampang. Butuh presisi waktu, kondisi cuaca dan energi serta daya tahan tubuh yang benar-benar diuji.
Bukan hanya itu saja untuk sebuah summit dibutuhkan tekad yang bulat. Namun seperti kita ketahui inti dari sebuah perjalanan bukan di akhir tujuan melainkan bagaimana kita menikmati proses perjalanan itu sendiri.
Dua minggu mungkin terbilang waktu yang lumayan singkat untuk bersiap mendaki gunung. Maklum sudah lumayan lama saya tidak melakukan aktifitas pendakian gunung. Kali ini pilihannya adalah Gunung Lawu Magetan Jawa Timur atau kalau dari Jawa Tengah, di daerah Karanganyar.
Ukuran sebuah gunung yang menurut saya lumayan tinggi untuk pendakian karena puncak Gunung Lawu berada pada titik 3.265 mdpl (sumber: Wikipedia). Kenapa Gunung Lawu? Bukan karena misteri Gunung Lawu yang sering beredar di mana-mana tapi karena petualangan yang saya bayangkan akan sangat menarik.
Dengan titik tertinggi gunung Lawu berada di posisi 3.265 mdpl (tinggi banget), kita baru memulai pendakian di basecamp Cemoro Sewu pada ketinggian sekitar 1.878 mdpl. Yang artinya, kita hanya menempuh sisa pendakian kurang lebih separuh dari total ketinggian.
Ditambah lagi kondisi jalur pendakian yang menurut saya ‘ramah’ bagi pendaki pemula atau yang baru memulai lagi kegiatan pendakian. Di sepanjang jalur sudah rapi tersusun batu yang mengurangi selip atau tergelincir saat cuaca hujan. Kalau soal nanjak sih namanya naik gunung sudah pasti nanjak hehehe…
Jalur Cemoro Sewu merupakan jalur favorit para pendaki Gunung Lawu Magetan ini, menurut saya. Di samping jalur ini ada dua jalur pendakian lagi yakni jalur Cemoro Kandang dan yang terakhir jalur Cetho. Untuk pendakian Gunung Lawu via Cetho konon sudah jarang digunakan karena kondisi jalur pendakian yang paling jauh dan akses nya yang agak susah.
Setibanya kita dari Jakarta di basecamp Cemoro Sewu – Plaosan Kabupaten Magetan sekitar pukul 11.00 pagi, kami langsung mempersiapkan diri memulai pendakian. Padahal kami baru saja menghabiskan waktu tempuh perjalanan sekitar 12 jam. Capek? Iya, untungnya jalan bersama groupies, jadi lebih enak pendakiannya.
Jeda satu jam kami persiapkan untuk makan dan istirahat. Seperti rencana awal kita memulai pendakian dari Jalur Cemoro Sewu dan turun melalui jalur Cemoro Kandang. Kedua basecamp tersebut terbilang cukup dekat posisinya meskipun sudah berbeda propinsi yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Setelah persiapan sudah lengkap tibalah kita memulai pendakian, tak lupa kita berdoa supaya perjalanan lancar sampai di puncak nanti. Saya sangat beruntung karena beberapa anggota trip kali ini sudah lumayan tinggi urusan jam terbang pendakian gunung. Yah… setidaknya mereka sudah cakap mendaki.
Mengingat Gunung Lawu Magetan ini merupakan salah satu tempat yang terbilang banyak menyimpan misteri dan situs sakral warisan leluhur tanah Jawa, banyak hal yang menjadi pantangan. Namun terlepas dari itu semua memang sudah kewajiban kita mawas diri dengan berhati-hati serta tetap menjaga ekosistem di lingkungan pendakian seutuhnya tanpa merusak dan mengotorinya.
Hari menuju gelap dan hembusan angin semakin menusuk tubuh, tak lupa kami mempersiapkan peralatan penerangan dan memakai jaket untuk menepis udara dingin sore itu. Beruntung karena di setiap pos di jalur pendakian Gunung Lawu Magetan via Cemoro Sewu ini sudah tersedia tempat peristirahatan dan warung untuk sekedar mengisi perut.
Dan kemudian kenikmatan bertambah dengan segelas kopi panas di udara malam yang dingin. Sekedar info mengenai jarak tempuh dari basecamp ke pos terakhir yakni pos 5 sekitar 6,5 km di mana waktu tempuh dari tiap pos nya bervariasi.
Udara malam itu nampak lumayan bersahabat meskipun beberapa kali terdengar hembusan angin yang lumayan kencang dan layaknya pendakian sudah pasti menguras tenaga plus nafas yang senen-kamis istilahnya, maklum mungkin faktor usia hahahaha…
Beberapa kali kami istirahat untuk sekedar mengumpulkan tenaga disela canda kami untuk tetap membuat suasana hangat dan perjalanan lebih bersemangat.
Pukul 22.00 kami tiba di pos V dengan muka sumringah saya langsung menuju warung dan tanpa berfikir langsung mengunyah frozen pisang goreng. Ya bentukan pisang goreng yang lumayan dingin saat menyentuh mulut.. gotchaa!
Kami bersiap untuk mendirikan tenda tak jauh dari pos V dengan kondisi cuaca yang bisa berubah kapan saja kami segera berberes menyelesaikan mendirikan tenda. Saat itu angin lumayan kencang bertiup dan kabut lumayan menutupi pandangan hamparan malam. Saya menyegerakan untuk berada dalam kantung tidur dan beristirahat untuk summit esok pagi.
Hembusan udara makin menusuk, merangkap masuk ke sela-sela tenda. Saya seperti berada di dekat kipas angin dengan tenaga super yang tiap hembusannya mengarah ke tenda maka terdengar seperti gemuruh dan flysheet yang saya pasang pun terbang entah ke mana.
Pukul 04.30 pagi saya memaksakan bangun dan melakukan ritual pagi yakni buang air kecil setelah sempat saya tahan karena enggan keluar dari kantung tidur demi panggilan alam tersebut. Semburat jingga dari ufuk timur sudah mulai nampak saat saya membuka tenda, diselingi kabut dingin yang sesekali melintas di hamparan area sekitar tenda.
Saya bergegas untuk summit tepat pukul 05.00 pagi dan tak lupa meracik segelas kopi untuk sekedar membuat mata lebih melek. Di depan sana masih terlihat bukit-bukit dan titik triangulasi, nampak di kanan dan kiri jalur summit yang saya lewati tumbuh pohon Edelweis dan beberapa vegetasi tanaman akasia yang mulai tumbuh tunas baru.
Perjalanan memakan waktu sekitar 20 menit menuju puncak Hargo Dumilah (3.265 mdpl) di mana puncak ini adalah titik tertinggi dari Gunung Lawu selain puncak Hargo Dalem (3.148 mdpl) dan Hargo Dumiling.
Saya menamainya the moment of silent yaitu saat berada di puncak saya punya moment untuk duduk dan berdiam beberapa saat. Sekedar merenung, berintrospeksi diri dan momen itu kadang sangat sangat ampuh buat saya sampai saya bisa sangat tiba-tiba kangen rumah, kangen ibu, kangen pulang.
Hehehe … dalam benak saya kadang berfikir jarak terjauh kita melangkah pergi. Bukan terhitung dari berapa ribu kilometer atau berapa samudra lepas yang kita seberangi. Melainkan saat kita sudah sangat ingin kembali ke rumah.
Puncak Hargo Dalem bisa jadi salah satu tempat sakral mengingat pertautannya dengan Prabu Brawijaya, beberapa sumber mengatakan demikian. Tak jauh dari puncak Hargo Dalem di ketinggian sekitar 3.000 mdpl berdiri warung Mbok Yem, sebut saja warung tertinggi di tanah Jawa ini.
Keberadaan warung mbok Yem ini lumayan mempermudah para pendaki maupun para pengunjung situs di puncak Gunung Lawu Magetan untuk sekedar mampir mengisi perut. Ataupun sekedar membeli perbekalan makan dan minum atau bahkan suguhan kopi yang nikmat di atas gunung.
Runtutan summit yang telah dilewati mengharuskan saya untuk segera kembali ke tenda untuk berbenah. Dan selanjutnya melanjutkan perjalanan turun gunung melalui jalur Cemoro Kandang. Sudah pasti sarapan siap terhidang berkat kepiawaian kak utan dengan menu breakfast yang tergolong mevvah. Sembari bersenda gurau dan merapikan tenda serta menghabiskan sarapan pagi itu tak lupa membersihkan sampah sisa makanan untuk dikemas dan dibawa turun ke basecamp.
Jalur Cemoro Kandang menjadi pilihan kami untuk turun gunung. Mengingat kondisi jalur yang lumayan landai dan jarak tempuh yang tidak jauh beda dengan jalur Cemoro Sewu. View sepanjang jalur lumayan menakjubkan dengan kondisi cuaca yang cerah.
Dan memang suguhan di kiri dan kanan jalur yang aduhaiii. Sesaat saya menoleh ke belakang seolah mengucap salam perpisahan pada puncak lawu yang menjulang di belakang saya.
Selama sekitar 7 jam berjalan menuruni lembah, bukit dan sesekali merangkak duduk perlahan mencari pijakan untuk turun akhirnya sampailah di basecamp Cemoro Kandang. Lelah sudah pasti namun dibalik itu semua rasa senang lebih dominan. Semua selamat sampai basecamp dengan estimasi waktu yang hampir tepat.
Terlepas dari kesan mistis dan angkernya serta berbagai mitos yang pernah ada terdahulu, Gunung Lawu Magetan sangat bersahaja buat pendakian.
Kembali lagi ke attitude kita dan kesiapan kita ketika akan mendaki. Karena bagaimanapun juga sudah selayaknya ketika kita memasuki suatu wilayah baru yang menurut kita sakral, kita hendaknya menganut hukum di mana Bumi dipijak di sana langit dijunjung @pejalansenjaID.
Tetap menjaga ekosistim alam seutuhnya karena budaya berwisata yang baik memang sudah seharusnya kita terapkan. Tak lain adalah untuk kelangsungan tempat wisata tersebut dan sekali lagi gunung bukan tempat sampah jadi bawa kembali turun sampah yang kita bawa.
“ thousand of tired, nerve-shaken, over-civilized people are beginning to find out that going to the mountains is going home; that wildness is a necessity “
Salam senja …
This post was last modified on 3 Juni 2019 9:11 am
Pagi hari tepat pukul 05.00 waktu Nepal saya sudah bersiap untuk bangun, niatnya sih untuk…
Menikmati perjalanan di Kampung Adat Bena, Bajawa - Flores dan juga pengalaman menuju puncak Gunung…
Bunyi mesin mobil lambat laun mulai lirih, laju rodapun perlahan mulai melambat. Enam jam perjalanan…
Sedikit yang saya tahu justru membuat saya akan lebih penasaran akan suatu tempat atau kultur…
Where can you put all of your stuffs and carry without backpack? Pasti ada alasan…
Katanya, foto yang baik, bisa mengungkap ribuan kata. Picture talks thousand words. Kalau foto-foto saya…
This website uses cookies.
View Comments
beban hidup apalagi jomblo itu jauh lebih berat di bandingkan 70 kg hahaha
hahaaha kalo soal itu mah saking sudah terbiasa jadi malah gak berasa maz toro :p
Waksss jadi kamu dah lama menjomblo ???? kasihan benar hidup mu hua hua hua. Kamu ngak merindu bibir ketemu bibir trus saling melumat ????
Huaaaa kak cummm... ?????
Bagus foto2nya, Lawu keren juga kynya.. taman edelweis nya ketenangan mana sama Surya Kencana di Gn. gede ya?
surya kencana lebih luas mungkin secara ukuran cuma dari warnanya ada sedikit perbedaan dengan bunga edelweis yang di lawu, akses jalan dari cemoro sewu juga lumayan bagus..