Gunung Kidul Jogja – Sore itu langit Jogja tampak cerah, pukul 4 sore dan gw masih bingung soal menghabiskan malam terakhir di Jogja ini. Pilihannya masih sekitar pantai sih, well otak gw mulai berpikir keras dan muncullah ide buat sekedar camping di pesisir pantai, tapi di mana…
Dan itu artinya gw harus berhadapan dengan ombak yang lumayan gede. Pukul 4.30 sore dan gw menyegerakan untuk memacu motor gw ke arah Gunung Kidul dengan perkiraan jarak tempuh normal kurang lebih 1 jam 30 menit.
Perjalanan Menembus Malam Di Gunung Kidul Jogja Dengan Motor
Yang artinya kalau sudah di kawasan ini, gw sebentar lagi akan sampai di pesisir yang gw tuju. Dan benar saja, tak lama kemudian gerbang masuk kawasan wisata pun sudah tampak di depan gw. Nampak rombongan pengendara motor dari Jogja yang tadi sempat berpapasan di jalan sedang beristirahat sambil menunggu beberapa teman meraka lagi.
Menyusuri Pantai Pesisir Selatan Gunung Kidul Dalam Gelap Malam
Waktu gw masuk ke area Wisata Pantai Baron, yakni sekitar pukul 6.30 malam, pantai sudah lumayan sepi. Sebagian besar sudah pulang, bahkan yang masih tinggal segelintir di area ini pun sudah hendak pulang. Gw pun iseng bertanya ke salah satu tukang parkir di sana, apakah diperbolehkan untuk camping?
Mencari Lokasi Untuk Berkemah Di Sepanjang Pantai
Mungkin ini pertanda kalau gw emang gak akan camping, karena jawabannya adalah gak ada yang camping di area Baron ini. Tapi gw gak boleh menyerah – harus move on, gw pun coba melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya. Yap .. Pantai Indrayanti adalah tujuan untuk tempat camping berikutnya.
I feel like in the middle of nowhere!!!
Godaan kali ini adalah bau Indomie rebus di warung sebelah …ah rasanya sudah lama tak menyantap makanan wajib anak kost itu. Terhidang sudah satu porsi mie rebus plus rawit dan kopi hitam, gak nyambung? Iya karena emang gak perlu nyambung juga toh namanya selera – Ini cara gw, cara loe – ya lo sendiri yang jawablah ya hehehehe.
Gw pun ngobrol kesana kemari sama pemilik warung dan gw ditawarin untuk menginap di warung itu, tapi tetep gw pun bertanya soal camping area di Pantai Indrayanti dan dengan berat hati dia bilang gak ada yang camping di sini mas. Ya paling cuma gelar tikar deket pantai.
Gw pikir karena beberapa pantai sudah mulai komersil dan banyak tempat menginap di daerah itu, makanya untuk camping atau sewa tenda agak lumayan susah. Ya sudahlah mungkin belum jodoh dan emang saya belum ketemu jodoh heheheh *malah curhatkann*.
Tapi niatan gw gak putus sampai di situ. Gw tetep penasaran untuk cari tempat camping dan alhasil si bapak pemilik warung pun memberi petunjuk kalau ada satu tempat khusus buat camping namanya Pantai Pok Tunggal. Letaknya sekitar 3 km dari Pantai Indrayanti arah ke timur. Bapak itu bilang kalau posisi pantai ini masuk lagi dari jalan raya sekitar 2 km. Dan jalan masuknya belum diaspal serta gak ada penerangan sama sekali.
Kepalang Basah Camping Di Pantai Pok Tunggal
Karena semakin penasaran, gw pun menyegerakan ke tempat yang diinfokan si bapak pemilik warung. Gambaran gw gak jauh beda seperti yang dibilang si bapak, tak ada penerangan bahkan papan petunjuk arah pun cuma berupa plang kecil dan kelihatan kalau ada cahaya sorot lampu kendaraan.
Gw berhenti sejenak sambil berfikir, I came this far so why should worry? Rasa penasaran gw lebih besar dari rasa takut soal gelap dan medan jalan yang lumayan ‘geradakan’. Di dalam sana pasti ada kehidupan dan gw cuma harus melewati 2 km yang sebentar ini untuk camping and its done.
Akhirnya terlihat juga lampu lampu dan warung – GW SAMPE di Pantai Pok Tunggal dan disambut oleh mas mas ganteng tukang parkir. Alhamdulilah. Tanpa berlama-lama, gw langsung bertanya soal penyewaan tenda, si tukang parkir pun bertanya untuk berapa orang.
Moment itu seperti berhenti saat gw jawab “sendiri aja” – garuk pasir pantai Well, its actually not a big deal. I am enjoying doing this alone, travel by my ownself hehehe.
Lalu datanglah si pemilik tenda. Namanya Pak Wasdi. Dia adalah salah satu warga sekitar Pantai Pok Tunggal yang kesehariannya menyewakan tenda dan berjualan di area pantai serta mempunyai area parkir di deket pintu masuk. Wah bisnis Pak Wasdi banyak juga ya, sayang lupa tanya dia punya putri apa gak.
Pak Wasdi langsung mendirikan tenda yang saya pesan. Lumayan lega, cukup untuk menampung setidaknya 3 orang. Tak apalah karena jadinya gw bisa bebas bergerak di dalam tenda yang gw sewa seharaga Rp60ribu. Itupun sudah termasuk pemasangan dan uang kebersihan. Thanks Pak Wasdi now I’m in my tent enjoying the nite at the beach – finally.
Kejutan Malam Di Pantai Pok Tunggal Gunung Kidul Yogyakarta
Pukul 11 malam lagu Scientist dari Coldplay lagi seru serunya gw dengerin sembari merebahkan badan gw di dalam tenda. Angin laut yang berhembus lumayan kencang sesekali membuat tirai tenda terbuka dan nyess semburan angin masuk ke dalam tenda. Tak lama kemudian, seperti terdengar suara peluit dan byurrrrr….
Dalam hitungan detik, ombak menghantam tenda dan seisinya saat itu. Oh GOD inikah Tsunami kecil? Tak lama terdengar suara bapak bapak dari luar mencoba membuka tirai tenda gw. Ya Pak Wasdi dengan sigap membantu menyelamatkan barang-barang gw.
Dan saat gw menoleh ke belakang, terlihat DSLR gw sudah ngambang di antara buku dan backpack. Apalagi ini… Dengan cekatan gw langsung menyambar kamera dan keluar dari tenda yang totally crush dan basah kerendam air laut.
Mimpi apa gw semalam? Sudah jauh perjalanan dari kota menuju kemari dan yaa… just to swept away by the wave…hahahahaha. Ok that was not that bad gw masih ada cadangan baju kering. Which is baju yang seharusnya masuk cucian.
Whatever.. gw gak mikir ini itu yang penting gw kering dulu, mengingat angin laut lumayan kenceng dan gw gak mau kedinginan. Pak Wasdi menawarkan untuk bikin tenda lagi buat gw tidur malam itu karena tidak disarankan oleh si bapak untuk tidur di depan warung dengan kondisi angin sekenceng ini.
Okelah pak tapi sebelumnya gw butuh kopi buat angetin tubuh, dan ditemani ngobrol sama istrinya didepan warung sembari Pak Wasdi mendirikan tenda lagi di dekat parkiran motor pintu masuk yang posisinya lumayan tinggi.
Menghangatkan Badan Dengan Segelas Kopi dan Kisah Hidup
Mulailah Bu Wasdi bercerita tentang kondisi keluarganya, bahwa sedari bertemu Pak Wasdi dia coba untuk menopang hidup sang suami dengan bekerja. Penghasilan yang dia dapat untuk melunasi hutang sang suami sampai dia punya anak dan punya cucu.
Sambil menggendong cucunya yang hendak tidur dia bercerita dengan bahasa jawa. Keuntungan buat gw sebagai keturunan dan besar sebagai Orang Jawa, gw gak kesulitan meski sesekali agak missed juga untuk beberapa kata yang gw gak paham, maklum kelamaan tinggal di Jakarta.
Mungkin gw saat itu terkena musibah, kamera gw rusak total dan seisi tas dan barang barang gw basah, tapi gw selamat. Dan gw bertemu keluarga ini, mereka bertahan sampai saat ini dengan perjuangan mereka.
Gw berterimakasih buat senyum yang keluar dari raut muka Pak Wasdi meskipun gw tahu tendanya rusak diterjang ombak malam itu. Gw berterimakasih juga buat obrolan panjang Bu Wasdi tentang pengalaman hidupnya untuk pembelajaran.
Untuk alasan apapun itu, kita hidup, cobalah untuk melihat dari perspektif yang berbeda.
Gunung Kidul – Jogjakarta,
Minggu 03 oktober 2015
tapikan dslr nya tergantikan dgn kamera kaca
hahahaha… kamera kaca ya pakdhe bukan sepatu kaca “LoL”